Stambul Terang Bulan Untuk Martha

Terang Boelan
Terang Boelan di kali
Buaya timbul disangkalah mati
Jangan percaya mulutnya lelaki
Berani sumpah tapi takut mati
Jangan percaya mulutnya lelaki
Berani sumpah tapi takut mati

krontjong ensemble pantja warna front

Selain lagu-lagu seperti “Indonesia Tanah Airku”, “Indonesia Pusaka”, “Tanah Airku”, dan lagu-lagu jadul karya Ibu Sud, Ibu Kasur, atau A.T. Mahmud, saya juga senang menyanyikan lagu-lagu keroncong lama sebagai pengantar tidurnya Martha. Salah satunya “Terang Boelan”, lagu pantun yang berisi nasihat untuk kaum perempuan dalam menjalani pengalaman percintaan. Isi lirik lagu ini mungkin tidak cocok untuk anak-anak, namun saya merasa melodi lagunya cocok sekali untuk dipakai sebagai lullaby.

Saya sudah tidak ingat kapan pertama kali mendengar lagu “Terang Boelan”. Mungkin sekali di awal tahun 1980-an melalui program-program TVRI saat itu. Ada beberapa program acara musik pop yang cukup sering saya ikuti waktu itu, seperti Kamera Ria, Aneka Ria, termasuk juga Candra Kirana yang waktu itu terkesan lebih serius dibanding program-program musik lainnya. Dalam ingatan saya program-program televisi ini memang cukup sering menampilkan lagu-lagu lama yang dinyanyikan kembali oleh penyanyi populer pada waktu itu.

Belakangan, setelah berkenalan dengan musik kroncong barulah saya menjadi lebih akrab dengan lagu “Terang Boelan”. Lirik yang saya kenal memang hanya satu bait saja seperti yang tertulis di atas. Namun aneh juga karena dari berbagai sumber saya temukan ada variasi lirik lain yang malah lebih populer, yaitu lirik yang memasukkan bagian lagu lain “Waktu Potong Padi” ke dalam lirik lagu “Terang Boelan”. Mungkin karena pada tahun 1980-an pernah populer rekaman dari Rudi van Dalm yang mengaransemen kedua lagu tersebut dalam sebuah medley?

Saat ini ada belasan versi lagu “Terang Boelan” dalam koleksi musik saya. Salinan lirik di atas adalah yang paling umum ditemui. Memang ada kebiasaan dulu untuk membuat sedikit variasi lirik (dan musik) yang disesuaikan dengan gaya nyanyian (atau musik) setiap kelompok atau penyanyi. Sebagian koleksi tersebut : George de Fretes & His Hawaiian Minstrels, George de Fretes & zijn Suara Istana, Rudy van Dalm & The Royal Rhythmics, Rudy van Dalm & His Raindrops, Orkes Pantja Warna, The Kilima Hawaiians, Wieteke van Dort, Anne Gronloh, dll.

Lagu “Terang Boelan” pertama kali diterbitkan oleh Lokananta Records pada tahun 1956. Belakangan setelah ada dugaan kemiripan dengan lagu kebangsaan Malaysia “Negaraku”, Lokananta berniat menuntut pemerintah Malaysia dengan tuduhan telah melakukan penjiplakan. Tapi benarkah begitu?
Tersebutlah pada tahun 1938 ada sebuah film romantis yang sangat laris berjudul “Terang Boelan”. Film ini diproduksi oleh perusahaan ANIF (Algemeen Nederlandsch Indisch Filmsyndicaat) dengan pemain utama penyanyi keroncong yang sedang populer, Miss Roekiah, lalu ada Kartolo (suami Roekiah dan orangtua Rahmat Kartolo, penyanyi populer tahun 1960-an), Rd. Mochtar, dan E.T. Effendi. Sebagai pengiring musik adalah orkes Lief Java yang dipimpin oleh H. Dumas.

Film “Terang Boelan” sebetulnya merupakan film hiburan semata (roman picisan) yang terinspirasi oleh film-film Hollywood yang dibintangi oleh Dorothy Lamour. Biasanya berkisah tentang kehidupan masyarakat primitif dengan pemandangan eksotis suasana kepulauan di Lautan Pasifik seperti Hawaii. Begitulah “Terang Boelan” berkisah tentang Kasim dan Rohaya yang hidup di Pulau Sawoba. Hubungan cinta pasangan ini terhalang oleh ayah Rohaya yang menginginkan putrinya menikah dengan Musa. Untuk menghindari paksaan ayahnya, Rohaya dan Kasim memutuskan kabur dengan sampan menuju Malaka. Musa mengejar pasangan ini hingga ke Malaka dengan menyamar sebagai pedagang candu dari Singapura. Saat mendapati Rohaya tengah sendirian, Musa dan ayah Rohaya berhasil memaksa dan membawa pulang Rohaya kembali ke Sawoba. Kasim balik mengejar Musa ke Sawoba hingga terjadi perkelahian sengit antara keduanya. Kasim memenangkan perkelahian dan ayah Rohaya serta penduduk Sawoba insyaf bahwa selama ini mereka telah salah memperlakukan pasangan Kasim dan Rohaya. Film berakhir dengan happy ending.

Salah satu lagu yang ditonjolkan dalam film ini adalah “Terang Boelan” yang dinyanyikan oleh Rd. Mochtar. Namun Rd. Mochtar ternyata tidak mampu menyanyikan bagian nada tinggi, sehingga untuk itu Ismail Marzuki, personil Lief Java sekaligus pencipta lagunya, membantu menyanyikannya. Mungkin sejak film ini kemudian orang menganggap lagu “Terang Boelan” sebagai karya asli Ismail Marzuki hingga kemudian direkam oleh Lokananta pada tahun 1956.

Film “Terang Boelan” menuai sukses besar pada tahun 1938 hingga ke Singapura dan Malaysia, demikian pula dengan ilustrasi musiknya yang mendapatkan perhatian luas. Bahkan impresario Robert Chiang mengundang Lief Java & The Sweet Java Islander untuk tampil di beberapa kota Malaysia dan Singapura. Rombongan tour ini pun lalu dinamakan Terang Boelan Party sesuai dengan judul film yang memopulerkannya.

Belakangan lagu “Terang Boelan” jadi kontroversi karena dianggap telah dijiplak oleh Malaysia menjadi lagu kebangsaan negerinya, “Negaraku”. Namun Malaysia tak mau kalah dengan mengemukakan fakta bahwa melodi lagu yang dipakai untuk anthem “Negaraku” berasal dari lagu kebangsaan negeri Perak “Allah, Lanjutkan Usia Sultan” yang sudah ada sejak akhir abad 19 lalu.
Nah, seperti apakah ceritanya?
Nantikan saja sambungannya, hehe…